PENGALAMAN MENDAKI PUNCAK B-29
Bagi sebagian masyarakat Lumajang yang memiliki hobi jalan-jalan, tentu kata B-29 sudah tak asing lagi ditengah mereka. Mungkin beberapa masyarakat sudah merasakan bagaimana sensasi yang dihasilkan. Indahnya pemandangan alam yang hijau, gunung-gunung yang tampak jelas, hawa yang dingin, jalan yang berkelok-kelok, dll. Semua akan didapatkan ketika sudah berada disana.
Mungkin ada juga beberapa masyarakat yang enggan untuk merasakan sensasi tersebut. Ada yang beranggapan membuang-buang waktu, malas untuk menjelajah, atau faktor yang lainnya. Namun, semua itu bukanlah suatu alasan untuk tidak mencoba pergi kesana. Rugi loh, kalau kita sebagai masyarakat Lumajang tapi tidak bisa merasakan sensasi yang ditimbulkan dari puncak B-29, yang keindahannya sudah tersebar kebeberapa Kabupaten diluar Lumajang.
Lokasi puncak B-29 terletak di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Kalau dihitung berapa kilo dari pusat Kota, tentu penulis merasakan kesulitan. Karena disini penulis hanya menceritakan bagaimana sensasi disana, bukan memetakan lokasi. Kalau ingin tahu berapa jauhnya, silahkan tanya ke Pemerintah setempat atau kalau ingin cepat silahkan menghubungi Mbah Google. DIsitu tertulis jelas berapa jauh yang harus ditempuh.
Kembali ke pembahasan semula, Puncak B-29 terletak di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Daerah ini masuk kedalam wilayah Tengger, yang dihuni mayoritas masyarakat Tengger yang beragama hindu. Hampir setiap tempat yang ada disana terdapat beberapa arca untuk menempatkan sesaji kepada Dewa-Dewi mereka. Namun tak semuanya beragama hindu, masih ada beberapa agama lain yang tinggal berdampingan disana.
Orang-orang Tengger sebenarnya bisa kita kenali tanpa harus kita bertanya. Hal ini bisa kita lihat dari penampilan yang dibawakan oleh mereka. Orang Tengger bisa kita kenali dengan pakaian khas yang selalu mereka bawa kemana-mana, yakni Sarung. Hampir setiap masyarakat Tengger menggunakan sarung yang diletakkan dileher mereka atau sebagai kerudung, dan selalu dibawa kemana-mana. Jadi tidak sulit untuk membedakannya, maklum Tengger adalah daerah Pegunungan yang suhunya sangat dingin. Siang hari kita disana, tidak terasa panas malah terasa hangat. Namun jangan sembrono, walaupun tidak merasakan panas, matahari tetap membakar kulit kita. Jadi, kulit kita tetap akan terbakar dan menghitam walaupun kita tidak merasakan kepanasan.
Puncak B-29 bisa dijangkau menggunakan kendaraan roda 2 maupun roda 4. Namun khusus roda 4 tidak diperkenankan naik sampai puncak karena akses jalan yang sempit, jadi untuk mobil hanya bisa parkir dipintu masuk, dan bisa melanjutkan naik kepuncak menggunakan jasa Ojek. Sedangkan untuk kendaraan roda 2, bisa naik kepuncak dengan pertimbangan bukan sepeda motor Matic. Karena sering terjadi kasus kecelakaan yang menghilangkan nyawa seseorang karena nekat menggunakan motor Matic. Jadi untuk motor matic, mending cari amannya saja untuk naik sampai ke pintu masuk, kemudian memarkirkan motornya dan sisanya naik ojek atau jalan kaki sambil berolahraga, demi keamanan diri sendiri. Untuk tarif Ojek wisata, sengaja tidak penulis cantumkan untuk menghindari terjadinya salah tafsir dibenak pembaca.
Kalau kita dari arah Lumajang, penulis sarankan untuk berhenti sejenak disekitaran Pura Mandara Giri Semeru Agung untuk sekedar mendinginkan motor atau mengistirahatkan diri sejenak. Banyak diantara pendaki yang gagal ke Puncak karena mesin kendaraan yang tak kuat naik, sebab jalanan disana terus menanjak. Untuk antisipasinya, silahkan mendinginkan motor sejenak disana. Kenapa Penulis, kok merekomendasikan disekitaran Pura ....? Penulis disini tidak ada niatan untuk mempromosikan suatu kepercayaan, namun tujuan penulis semata-mata hanya untuk merekomendasikan tempat yang nyaman saja.,sambil melepas lelah dan mendinginkan mesin kendaraan.
Jalanan disana hampir semuanya menanjak, jadi persiapkan dengan matang kendaraan anda. Jangan sampai berhenti ditengah jalan karena faktor kendaraan, karena jelas sangat rugi kalau sudah separuh perjalanan namun tak bisa melanjutkan. Sensasi diatas sana belum tentu bisa diraih ditempat yang lain.
Masalah Jalan, pambaca tidak usah khawatir atau ragu. Pemerintah gencar melakukan perbaikan jalan disana. Pembaca tinggal menikmati keindahan alam sekitar yang diciptakan oleh Tuhan. Jalan menuju ke area B-29 sudah nyaman, bisa dibuat melaju dengan kencang (namun jangan ngebut loh ya), hanya sedikit saja yang masih dalam proses perbaikan. Dulu, waktu pertama kali penulis mencoba kesana bersama-sama dengan teman semasa kuliah dulu. Sekitar tahun 2015, jalanan disana masih banyak terdapat lubang dan tidak terawat. Namun kemarin (2019), ternyata jalannya sudah baik dan sangat nyaman untuk dilalui oleh kendaraan, baik itu roda 2 maupun roda 4. Kendaraan sudah banyak yang hilir mudik, baik itu kendaraan masyarakat setempat atau kendaraan dari para penikmat alam.
Sesampai dipintu masuk Desa Argosari, pembaca akan disuguhi dengan pemandangan yang menakjubkan. Hamparan ladang bawang, kentang dan kubis menghiasi bukit-bukit disana. Belum lagi aksi akrobatik para petani yang sedang memanen atau menanam bahan pertanian. Bagaimana tidak disebut aksi Akrobatik, lha wong ladang yang mereka tanam memiliki kemiringan hampir 75-80 derajat. Itupun mereka menanam tidak menggunakan tali pengaman sedikitpun. Petani disana sangat santai menikmati pekerjaan mereka. Bahkan teman penulis sempat berkata; Andaikata aku yang seperti itu, tentu baru terjun lapangan sudah bisa membuat tetangga makan gratis dirumahku. Maksud temanku, langsung mati karena jatuh.
Belum Lagi dengan para petani yang memikul hasil panen, ada yang berjalan kaki dan adapula yang menggunakan kendaraan. Penulis tak bisa membayangkan betapa kekuatan para petani disana, dengan suhu dingin, jalanan yang menanjak atau menurun, beban yang berat, namun dengan santainya mereka menikmati tanpa mengenal putus asa. Untuk petani yang menggunakan kendaraan, Penulis sempat kagum dengan cara mereka mengendalikan kendaraan mereka melintasi jalanan yang sempit dan memiliki kemiringan. Dengan sigapnya mereka menekan gas tanpa memiliki rasa takut, seakan-akan bukan mereka yang mengendarai sepeda motor, namun motor itu sendiri yang mengendalikan tangan masyarakat. Sepeda motor mereka dengan ringannya menaiki dan menuruni bukit dengan kecepatan tinggi, padahal Motor penulis saja sudah mengejan dengan sangat tersiksa, bahkan tangan sudah menekan gas dengan penuh tak bisa mengalahkan kendaraan mereka.
Selama perjalanan dari Desa Argosari menuju ke Puncak B-29, kita akan disuguhi dengan pemandangan ladang bawang, kentang, kubis sepanjang mata memandang. Disamping itu semua, kita juga bisa melihat daerah Senduro dan sekitarnya dari atas bukit. Jalanan yang berkelok-kelok dan naik turun. Pokoknya kalau mau kesana disarankan jangan membawa sepeda yang sering rewel, karena tentunya akan menyiksa disana. DItambah lagi bagi pengendara yang masih belajar, lebih baik bonceng atau ngojek saja. Karena salah dikit, fatal akibatnya.
Sesampainya dipintu masuk menuju puncak, kita akan ditawari naik keatas menggunakan kendaraan sendiri (roda 2) atau ngojek. Disana sudah ada petugasnya, dan bagi Motor Matic akan diberhentikan disitu dan tidak diperkenankan naik demi keamanan penguinjung. Dari Lokasi Tiket tersebut, mendaki yang sesungguhnya akan kita rasakan. Disini kendaraan akan diuji kekuatannya, apalagi yang berboncengan. Bagi kendaraan terbaru, mungkin masih aman-aman saja. Namun bagi kendaraan yang terbilang sudah tua, tes kekuatan akan dirasa, walaupun diawal perjalanan menuju pintu masuk biasa-biasa saja.
Pengalaman ini dirasakan oleh penulis sendiri ketika beberapa kali menuju ke puncak menggunakan kendaraan sendiri. Awalnya dari bawah aman-aman saja, walaupun berboncengan kuat-kuat saja. Namun setelah dari tiket masuk, kendaraan sudah mulai rewel, ditambah lagi dengan beban teman yang berat. Kalau sendiri sih masih kuat, tapi masalahnya kendaraan penulis mengangkut dua orang. Sepeda Penulis adalah Honda Supra X keluaran tahun 2001, orisinil dan sama sekali tidak dimodif untuk daerah pegunungan. Jadi, baru awal pintu masuk sudah rewel. Gas sudah ditekan penuh, namun kendaraan sudah tidak mau berjalan. Padahal Gigi mesin yang digunakan adalah gigi 1, yang daerah penulis menyebutnya persneleng. Bunyi mesin menderam seperti seorang Ibu yang akan melahirkan anaknya. Mesin yang sangat panas, apabila dibuat goreng ikan tentu dalam waktu kurang dari 2 menit langsung matang. Pokoknya motor sungguh merasakan tersiksa, bagaikan hati seorang pemuda yang ditinggal nikah ceweknya.
Beberapa kali penulis harus menuntun kendaraan yang sudah berusia agak tua, dan tak jarang teman penulis mendorong dari belakang. Namun kami tak kenal rasa menyerah, dan rasa malu tentunya. Apalagi kalau harus ditawari oleh para pengojek disana, kami harus bertebal muka menolaknya, sambil mengatakan tidak pak. Kalau pas ada cewek cantik yang bertanya, kenapa Mas....? rasanya bagaikan sebuah pukulan yang jauh lebih keras daripada pukulan Lenok Lewis kepada Mike Tyson.
Dari semua perjuangan yang sangat melelahkan tersebut, akhirnya penulis bersama teman-teman yang lain berhasil sampai dipuncak B-29, yang disambut dengan aroma warung kopi yang menggoda telinga. Ups,,,, Hidung maksudnya. Kami dipersilahkan parkir dan dikenai tarif karcis disana. Namun, untuk mengantisipasi munculnya salah tafsir, penulis tidak menyebutkan berapa. Tapi yang jelas, nominalnya terjangkau dan bisa dikatakan murah.
Suhu semakin dingin disana, apalagi dimalam hari. Penulis dalam beberapa kali kesana selalu berangkat dini hari. Kiasaran pukul 02-00-03.00 WIB. Ini dilakukan agar penulis bisa menyaksikan keindahan sunslight dipagi hari, tanpa harus menginap. Sunlight dipagi hari, Ups,,,,, Keliru, tapi sunrise. Maklum, Orang Desa sering teringat dengan kata Sunlight daripada Sunrise. Penulis dan kawan-kawan terus terang tidak biasa dengan cuaca pegunungan, karena kami tinggal didaerah yang berdataran sedang. Untuk itu, biasanya kami akan berkumpul disalah satu rumah teman dikaki bukit dan menginap disana. Baru satelah pukul 02-00 kami berangkat. Sensasi berkendara didaerah pegunungan jauh lebih nikmat ketika malam hari daripada ketika siang. Dan jangan keliru, walaupun itu daerah pegunungan. Namun ketika malam masih banyak kendaraan yang melintas, baik itu roda 2 maupun roda 4. Biasanya para pedagang yang mau membeli bahan pertanian segar langsung dari orang Tengger. Belum lagi dengan para pengunjung yang lain. Malam yang gelap terasa indah dengan kerlap-kerlip lampu kendaraan yang melintas. Saya sarankan untuk berkonvoi ketika perjalanan malam hari demi keamanan bersama.
Ketika sudah mencapai puncak bukit B-29. Entah kenapa namanya 29, aku tak tahu. Kita akan disuguhi sebuah pemandangan yang sangat indah, dan sulit kita temukan ditempat yang lain. Kita akan melihat gugusan pegunungan yang ada, memanjang bagaikan selendang yang dihamparkan. Gunung Semeru yang terkenal tinggi terasa begitu dekat, dan Gunung Bromo yang sangat terkenal, berada dibawah kita walaupun nun jauh disana. Belum lagi dengan gunung-gunung disekitarnya, semua terasa menakjubkan dan itu semua adalah ciptaan Allah yang dititipkan sementara kepada kita. Kulihat Lautan Pasir disekitar gunung Bromo begitu luasnya. Sangking luasnya, seakan-akan lautan pasir tersebut berada dekat dibawah kaki kita, dan ingin rasanya melompat. Seperti kita naik Truk dan melompat ketika sudah memasuki pantai.
Hamparan pemandangan yang indah sungguh suatu mukjizat nyata dari Ciptaan Allah SWT, betapa maha besar dan agung segala Dzatnya. Kita sebagai umat manusia terkadang merasa begitu sombongnya hingga sering mengerdilkan Tuhan kita. Diatas sana, semua mata tertegun dengan sekitarnya. Ketika kita melihat kearah Timur, kita akan melihat sebuah pemandangan alam yang menakjubkan. Awan-awan yang sering kita lihat diatas, berada dibawah kita menggulung, bergelombang bagaikan lautan. Makanya Puncak B-29 memiliki nama lain Negeri diatas awan, karena memang betul adanya, Kita memang diatas awan. Dan ketika kita melihat kearah barat, kita akan melihat gunung Bromo yang mengeluarkan asap dari kawahnya, gunung Semeru, Gunung yang lain, dll dan tak bisa disebutkan sudah. Keindahan disana adalah suatu keindahan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Mending kesana saja sudah, dan merasakan sensasinya sendiri.
Dalam tulisan ini, penulis sengaja tidak memposting foto ketika berada disana. Ada beberapa alasan yang penulis enggan mengambil foto tersebut. Pertama, karena Tidak memiliki kamera yang bagus dan kedua karena penulis terlalu sibuk untuk menikmati keindahan alam yang ada. Tak sempat untuk mengambil gambar banyak sebagaimana pengunjung lainnya. Walaupun ada beberapa gambar, namun rasanya tak adil jika itu saya posting disini. Biarkan itu menjadi sebuah misteri bagi pembaca, sehingga memiliki rasa penasaran yang tinggi. Supaya bisa memiliki niat untuk berangkat kesana. Bukan Promosi loh ya, namun berbagi pengalaman dan keindahan.
Setelah dirasa cukup menikmati, walaupun sebenarnya tidak puas dan berat hati. Kami harus meninggalkan lokasi yang penuh dengan keajaiban tersebut. Karena kalau siang, Matahari cukup panas dan bisa membakar kulit menjadi hitam. Kami tak ingin membuat orangtua kami bingung melihat kami pulang, dan membuat pasangan kami mencari oranglain. Makanya dengan terpaksa kami harus meninggalkan Puncak B-29.
Perjalanan yang melelahkan ketika naik, akan dibayar seketika dengan keindahan. Dan perjalanan turun menurutku jauh lebih melelahkan. Bagaimana tidak, wong awalnya kita bersusah payah melewati tanjakan, sekarang kita pulang. Tentunya, kita juga harus melewati turunan pula. Namun itu semua sudah terbayarkan dengan keindahan dari puncak B-29. Walaupun ketika perjalanan turun itu tergolongkan menegangkan, namun itu sangat menyenangkan. Kita bisa berkendara dengan kecepatan tinggi berkonvoi bersama teman-teman. Semua masalah kami hilang sejenak begitu saja, masalah kerja, rumah tangga, hutang, bahkan masalah yang lainnya hilang dalam sekejap. Pikiran menjadi segar dan siap menerima dan menghadapi masalah baru.
Sesampainya dipintu masuk menuju puncak, kita akan ditawari naik keatas menggunakan kendaraan sendiri (roda 2) atau ngojek. Disana sudah ada petugasnya, dan bagi Motor Matic akan diberhentikan disitu dan tidak diperkenankan naik demi keamanan penguinjung. Dari Lokasi Tiket tersebut, mendaki yang sesungguhnya akan kita rasakan. Disini kendaraan akan diuji kekuatannya, apalagi yang berboncengan. Bagi kendaraan terbaru, mungkin masih aman-aman saja. Namun bagi kendaraan yang terbilang sudah tua, tes kekuatan akan dirasa, walaupun diawal perjalanan menuju pintu masuk biasa-biasa saja.
Pengalaman ini dirasakan oleh penulis sendiri ketika beberapa kali menuju ke puncak menggunakan kendaraan sendiri. Awalnya dari bawah aman-aman saja, walaupun berboncengan kuat-kuat saja. Namun setelah dari tiket masuk, kendaraan sudah mulai rewel, ditambah lagi dengan beban teman yang berat. Kalau sendiri sih masih kuat, tapi masalahnya kendaraan penulis mengangkut dua orang. Sepeda Penulis adalah Honda Supra X keluaran tahun 2001, orisinil dan sama sekali tidak dimodif untuk daerah pegunungan. Jadi, baru awal pintu masuk sudah rewel. Gas sudah ditekan penuh, namun kendaraan sudah tidak mau berjalan. Padahal Gigi mesin yang digunakan adalah gigi 1, yang daerah penulis menyebutnya persneleng. Bunyi mesin menderam seperti seorang Ibu yang akan melahirkan anaknya. Mesin yang sangat panas, apabila dibuat goreng ikan tentu dalam waktu kurang dari 2 menit langsung matang. Pokoknya motor sungguh merasakan tersiksa, bagaikan hati seorang pemuda yang ditinggal nikah ceweknya.
Beberapa kali penulis harus menuntun kendaraan yang sudah berusia agak tua, dan tak jarang teman penulis mendorong dari belakang. Namun kami tak kenal rasa menyerah, dan rasa malu tentunya. Apalagi kalau harus ditawari oleh para pengojek disana, kami harus bertebal muka menolaknya, sambil mengatakan tidak pak. Kalau pas ada cewek cantik yang bertanya, kenapa Mas....? rasanya bagaikan sebuah pukulan yang jauh lebih keras daripada pukulan Lenok Lewis kepada Mike Tyson.
Dari semua perjuangan yang sangat melelahkan tersebut, akhirnya penulis bersama teman-teman yang lain berhasil sampai dipuncak B-29, yang disambut dengan aroma warung kopi yang menggoda telinga. Ups,,,, Hidung maksudnya. Kami dipersilahkan parkir dan dikenai tarif karcis disana. Namun, untuk mengantisipasi munculnya salah tafsir, penulis tidak menyebutkan berapa. Tapi yang jelas, nominalnya terjangkau dan bisa dikatakan murah.
Suhu semakin dingin disana, apalagi dimalam hari. Penulis dalam beberapa kali kesana selalu berangkat dini hari. Kiasaran pukul 02-00-03.00 WIB. Ini dilakukan agar penulis bisa menyaksikan keindahan sunslight dipagi hari, tanpa harus menginap. Sunlight dipagi hari, Ups,,,,, Keliru, tapi sunrise. Maklum, Orang Desa sering teringat dengan kata Sunlight daripada Sunrise. Penulis dan kawan-kawan terus terang tidak biasa dengan cuaca pegunungan, karena kami tinggal didaerah yang berdataran sedang. Untuk itu, biasanya kami akan berkumpul disalah satu rumah teman dikaki bukit dan menginap disana. Baru satelah pukul 02-00 kami berangkat. Sensasi berkendara didaerah pegunungan jauh lebih nikmat ketika malam hari daripada ketika siang. Dan jangan keliru, walaupun itu daerah pegunungan. Namun ketika malam masih banyak kendaraan yang melintas, baik itu roda 2 maupun roda 4. Biasanya para pedagang yang mau membeli bahan pertanian segar langsung dari orang Tengger. Belum lagi dengan para pengunjung yang lain. Malam yang gelap terasa indah dengan kerlap-kerlip lampu kendaraan yang melintas. Saya sarankan untuk berkonvoi ketika perjalanan malam hari demi keamanan bersama.
Ketika sudah mencapai puncak bukit B-29. Entah kenapa namanya 29, aku tak tahu. Kita akan disuguhi sebuah pemandangan yang sangat indah, dan sulit kita temukan ditempat yang lain. Kita akan melihat gugusan pegunungan yang ada, memanjang bagaikan selendang yang dihamparkan. Gunung Semeru yang terkenal tinggi terasa begitu dekat, dan Gunung Bromo yang sangat terkenal, berada dibawah kita walaupun nun jauh disana. Belum lagi dengan gunung-gunung disekitarnya, semua terasa menakjubkan dan itu semua adalah ciptaan Allah yang dititipkan sementara kepada kita. Kulihat Lautan Pasir disekitar gunung Bromo begitu luasnya. Sangking luasnya, seakan-akan lautan pasir tersebut berada dekat dibawah kaki kita, dan ingin rasanya melompat. Seperti kita naik Truk dan melompat ketika sudah memasuki pantai.
Hamparan pemandangan yang indah sungguh suatu mukjizat nyata dari Ciptaan Allah SWT, betapa maha besar dan agung segala Dzatnya. Kita sebagai umat manusia terkadang merasa begitu sombongnya hingga sering mengerdilkan Tuhan kita. Diatas sana, semua mata tertegun dengan sekitarnya. Ketika kita melihat kearah Timur, kita akan melihat sebuah pemandangan alam yang menakjubkan. Awan-awan yang sering kita lihat diatas, berada dibawah kita menggulung, bergelombang bagaikan lautan. Makanya Puncak B-29 memiliki nama lain Negeri diatas awan, karena memang betul adanya, Kita memang diatas awan. Dan ketika kita melihat kearah barat, kita akan melihat gunung Bromo yang mengeluarkan asap dari kawahnya, gunung Semeru, Gunung yang lain, dll dan tak bisa disebutkan sudah. Keindahan disana adalah suatu keindahan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Mending kesana saja sudah, dan merasakan sensasinya sendiri.
Dalam tulisan ini, penulis sengaja tidak memposting foto ketika berada disana. Ada beberapa alasan yang penulis enggan mengambil foto tersebut. Pertama, karena Tidak memiliki kamera yang bagus dan kedua karena penulis terlalu sibuk untuk menikmati keindahan alam yang ada. Tak sempat untuk mengambil gambar banyak sebagaimana pengunjung lainnya. Walaupun ada beberapa gambar, namun rasanya tak adil jika itu saya posting disini. Biarkan itu menjadi sebuah misteri bagi pembaca, sehingga memiliki rasa penasaran yang tinggi. Supaya bisa memiliki niat untuk berangkat kesana. Bukan Promosi loh ya, namun berbagi pengalaman dan keindahan.
Setelah dirasa cukup menikmati, walaupun sebenarnya tidak puas dan berat hati. Kami harus meninggalkan lokasi yang penuh dengan keajaiban tersebut. Karena kalau siang, Matahari cukup panas dan bisa membakar kulit menjadi hitam. Kami tak ingin membuat orangtua kami bingung melihat kami pulang, dan membuat pasangan kami mencari oranglain. Makanya dengan terpaksa kami harus meninggalkan Puncak B-29.
Perjalanan yang melelahkan ketika naik, akan dibayar seketika dengan keindahan. Dan perjalanan turun menurutku jauh lebih melelahkan. Bagaimana tidak, wong awalnya kita bersusah payah melewati tanjakan, sekarang kita pulang. Tentunya, kita juga harus melewati turunan pula. Namun itu semua sudah terbayarkan dengan keindahan dari puncak B-29. Walaupun ketika perjalanan turun itu tergolongkan menegangkan, namun itu sangat menyenangkan. Kita bisa berkendara dengan kecepatan tinggi berkonvoi bersama teman-teman. Semua masalah kami hilang sejenak begitu saja, masalah kerja, rumah tangga, hutang, bahkan masalah yang lainnya hilang dalam sekejap. Pikiran menjadi segar dan siap menerima dan menghadapi masalah baru.
Disarankan agar membawa Jaket atau pakaian yang tebal jika memang berniat kesana, suhu disana sangat dingin walaupun disiang hari, dan patuhi segala peraturan yang ada dan selalu menjaga sikap demi keamanan diri kita sendiri. Bukan bermaksud untuk curiga, namun mencegah jauh lebih bijaksana, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kepada kita.
Sekian terimakasih. Wassallam
Komentar
Posting Komentar