MENGGALI KEARIFAN LOKAL



Dewasa ini, sudah banyak kearifan-kearifan lokal yang sudah ditinggalkan. Banyak dari sekian kearifan lokal yang sudah tidak memiliki pengaruh lagi bahkan dikesampingkan oleh masyarakat, khususnya kaum muda. Tak sedikit kearifan lokal yang bahkan dianggap tidak masuk akal bahkan memperlambat kemajuan jaman, dan tak sedikit pula yang dibidahkan bahkan dimitos-mitoskan.
Kearifan lokal adalah kebijaksanaan yang dibuat oleh penduduk setempat guna menjaga kelestarian alam atau untuk membuat masyarakat tidak berbuat berlebihan. Kearifan lokal umumnya dibuat berdasarkan keadaan dan karakter masyarakat setempat, sehingga tak ayal jika suatu daerah memiliki kearfian lokal yang bermacam-macam. Contohnya, jaman penulis masih kecil dulu banyak sekali kearfian lokal yang apabila dilanggar dapat membuat petaka bagi diri sendiri maupun oranglain, diantaranya yaitu dilarang duduk diatas bantal karena dapat menyebabkan udunen (bisul). Secara akal memang tak ada hubungan sama sekali antara duduk diatas bantal dengan munculnya bisul, malah sopir jarak jauh saja terkadang duduk dikursinya diberi bantal agar empuk. Namun, maksud dari kearifan tersebut adalah agar kita jangan sampai menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, bantal itu adalah tempat sandaran kepala ketika tidur jadi tidak pantas kalau ditaruh dipantat.
Dalam artikel ini, penulis akan mengajak pembaca untuk bersama-sama saling mencari makna dibalik sebuah kearifan lokal yang umum disuatu daerah, tidak perlu muluk-muluk dan banyak-banyak, cukup yang sudah populer saja. Adapun kearifan lokal yang akan digali maknanya antara lain :
1.    Ngidoni Sumur garai Sumbeng
2.    Nguyui wit-witan garai ditapok demit
3.    Metu bengi garai digondol wewe gombel
4.    Lungguh tengah lawang garai gak payu rabi
5.    Nek nyapu sing resik ben bojone gak brewok
Dari 5 (lima) pembahasan diatas, penulis akan berusaha menggali makna yang terkandung dengan menggunakan pembahasan yang paling sederhana, yang sekiranya mudah memahami. Sengaja pembahasan diatas ditulis menggunakan bahasa daerah setempat –Bhs. Jawa Timuran- guna memberikan kesan yang lebih mendalam.

1.    Ngidoni Sumur Garai Sumbeng (Meludahi Sumur Menyebabkan Bibir Sumbing)
Kearifan lokal diatas, sudah umum didengar bagi masyarakat Jawa sejak dulu sampai sekarang. Setiap kali melihat ada anak yang secara sengaja atau tidak sengaja meludah kedalam sumur yang masih terpakai atau tidak, maka orang yang mengetahui spontan akan mengingatkan dengan perkataan Ojo Ngiduni Sumur, mbesok Lambemu sumbeng (jangan meludahi sumur, nanti bibirmu sumbing). Anak dulu, ketika ditegur seperti itu biasanya akan menangis dan menyesal, berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Mereka akan pulang kerumah sambil menangis dan orangtua akan menasehati agar tidak mengulangi perbuatan itu.
Jaman sekarang, apabila ada anak yang berlaku demikian, ketika ditegur bukannya menyesal malah nantang dengan meludahi sumur berulang-ulang. Anak sekarang sudah tidak takut lagi dan sudah tidak percaya lagi, mungkin dengan berkembangnya zaman membuat anak sekarang mulai berpikir kritis. Anak sekarang ketika ditegur pun akan balik menegur, menanyakan alasan kenapa hal itu bisa membuat bibir sumbing, padahal tidak ada hubungannya, biasanya orangtua yang menegur akan marah-marah dan menyumpahi sianak dengan sumpah serapah. Hal ini seharusnya patut menjadi pelajaran bagi kita agar senantiasa mencari makna dibalik sebuah kearifan lokal.
Maksud dari tidak boleh meludahi sumur ialah agar kita senantiasa menjaga mejernihan dari air sumur. Sumur itu adalah tempat minum, mencuci, memasak, mandi dan lainnya, jika sumur kita ludahi maka bakteri yang ada didalam air liur akan tertular kedalam air sumur yang menyebabkan air sumur tersebut terkontaminasi.  Jika satu kali meludahi mungkin tidak akan tercemar, namun jika setiap hari, setiap saat, bahkan setiap orang selalu meludah kedalam sumur, maka tak ayal jika lama-kelamaan air sumur akan tercemar, yang nantinya dapat membahayakan siapapun yang menggunakan air sumur tersebut. Itulah makna yang terkandung dalam pembahasan diatas, walaupun jika dijabarkan lebih luas lagi, Sumur terkadang digunakan sebagai tempat tinggal Jin, bagaimana kalau tempat yang ditinggali jin kita tinggali, otomatis jin akan marah dan berbuat jahat kepada kita.
Namun, untuk memberikan pemahaman kepada anak, cukuplah menggunakan pembahasan yang masuk akal saja, dikarenakan usia anak adalah usia ingin tahu, jadi alangkah lebih bijaknya jika dijelaskan maknanya dengan pembahasan yang masuk akal dan dapat diterima.
2.    Nguyui wit-witan garai ditapok demit (Mengencingi pepohonan menyebabkan dipukul Jin)
Masa’ sih, kalau kencing dibawah pohon dapat menyebabkan dipukul Jin ? kan Jin tidak terlihat, bagaimana Jin memukul kita ?..... Pertanyaan tersebut sering kita dapatkan jika kita menegur anak yang kencing dibawah pohon. Memang pada dasarnya kencing itu dapat dimana saja, namun alangkah lebih bijaknya kalau kita kencing ditempat yang semestinya saja. Pohon memang tidak akan marah, Jin juga tidak akan marah kalau kita kencing dibawah pohon, namun masyarakat yang akan marah mengetahui pohonnya dikencingi, apalagi pohon tersebut sedang berbuah.
Maksud dari larangan mengencingi pohon, khususnya pohon yang sedang berbuah ialah agar kita tidak kencing sembarangan. Pohon menyerap air dari saripati tanah yang akan dibawa kedaun untuk fotosintesis dan akan disebarkan kembali keseluruh pohon. Air mempengaruhi kualitas rasa pada buah, jika air yang digunakan bersih akan membuat buah tampak segar, begitu juga sebaliknya.
Kencing dibawa pohon ternyata juga dilarang didalam agama islam, bahkan Rasulullah membenci orang yang buang air dibawah pohon. Mengapa demikian, karena pohon digunakan oleh orang untuk bernaung dari sengatan panas matahari, apabila tempat bernaung tersebut kita kencingi, maka apa yang terjadi ???? silahkan dijawab sendiri.
Intinya, kita dilarang mengencingi pohon karena pohon tersebut dijadikan sebagai tempat  bernaung bagi orang yang beristirahat, jika pohonnya berbuah dikhawatirkan air kencing kita akan mempengaruhi rasa pada buah.
3.    Metu bengi garai digondol wewe gombel (Keluar malam menyebabkan diculik Wewe Gombel)
Wewe Gombel menurut mitologi orang Jawa adalah Jin perempuan yang berwajah jelek dan memiliki payudara yang menggantung sampai ke kaki. Jin ini bertugas menculik anak-anak yang bandel atau berkeliaran dimalam hari, Wewe Gombel akan keluar disore hari (Maghrib) dan mencari anak yang masih bermain, atau mencari anak yang menangis. Anak yang diculik akan disembunyikan didalam payudaranya, sehingga tidak dapat diketahui oleh manusia. Orangtua yang mengetahui anaknya diculik Wewe Gombel, akan berteriak dan membunyikan peralatan dapur dengan keras, warga yang mengetahui hal itu akan membantu dengan usaha yang sama. Wewe Gombel tidak tahan dengan bunyi peralatan dapur yang dipukul, sehingga ia akan menaruh anak yang diculiknya diatas pohon atau dikolong kamar tidur, kemudian ia akan menari-nari dan pergi. Anak yang diculik Wewe Gombel tidak bisa bicara selama diculik dikarenakan mulutnya sudah disumpal dengan kotoran hewan atau manusia. Anak yang sudah ditemukan, akan dimandikan dan baju yang dipakainya akan dicuci, bahkan ada juga yang sampai mencuci muka si anak dengan air kencing orangtuanya. Demikian gambaran Wewe Gombel menurut pemahaman penulis.
Kasus penculikan anak oleh Wewe Gombel menimbulkan pertanyaan bagi penulis, karena kabar yang didapat tidak pernah jelas. Bahkan ada salah satu murid yang pernah mengaku diculik Wewe Gombel, namun ketika saya tanya, dia seperti enggan untuk menjelaskannya. Bahkan ketika anak tetangga pernah menghilang, sontak warga berkumpul dan mencari, mereka beranggapan jika anak tersebut diculik Wewe Gombel, namun setelah lama dicari, ternyata ia ditemukan bersembunyi dibawah Meja sambil ketakutan dikarenakan habis dimarahi neneknya.
Dari kejadian diatas, penulis merasa perlu mengkaji dan menggali makna tersembunyi dari mitos Wewe Gombel. Apakah Wewe Gombel itu benar-benar ada ?, masalah Wewe Gombel ada ataupun tidak, bagi Penulis itu adalah hal yang biasa, dikarenakan yang namanya Jin itu pasti ada dan hidup berdampingan dengan kita walaupun berada didimensi yang berbeda. Perkara bentuk, penulis tidak bisa memastikan, dikarenakan bentuk Jin pun  sama dengan manusia, bermacam-macam. Ada yang baik ada yang buruk, ada yang islam ada yang kafir, ada yang rupawan dan ada yang menyeramkan, dll.
Magrib adalah waktu terbenamnya matahari, peralihan dari sore ke malam. Diwaktu magrib, anak hendaknya tidak keluar rumah sendirian, bukan hanya anak kecil bahkan orang dewasapun diusahakan tidak keluar rumah diwaktu ini. Melaksanakan ibadah dan belajar agama sangat baik dilakukan diwaktu magrib, karena dapat mencegah kita dari gangguan setan. Kalau orang dulu menjelang magrib tiba, mereka akan memanggil anak-anak mereka untuk masuk kedalam rumah, menggiring hewan ternak kedalam kandang, menutup pintu, jendela dan setiap wadah agar terhindar dari godaan setan, bahkan anak yang tidurpun akan dibangunkan diwaktu magrib, karena takut diganggu oleh setan (kesetanan). Hal ini juga pernah dicontohkan Nabi Muhammad SAW untuk senantiasa menutup bejana dikala malam hari.
Zaman sekarang kan sudah banyak lampu dan lingkungan sudah mulai padat merayap, apakah mungkin Wewe Gombel masih ada ?. Anak sekarang perlu dijelaskan makna dari Wewe Gombel tersebut agar tidak salah arti. Maksud dari adanya Wewe Gombel merupakan himbauan kepada manusia untuk tidak keluar diwaktu magrib. Mengapa demikian ?. Waktu magrib merupakan waktu terbenamnya matahari, yang mana hewan-hewan melata yang berbahaya seperti ular, kalajengking, kelabang, kelelawar, dll keluar. Disamping itu, magrib merupakan waktu dimana matahari mengeluarkan gelombang negatif, yang mana orang yang terlalu sering terkena gelombang ini dapat berubah menjadi temperamental. Contoh saja, kalau kita tidur diwaktu magrib, maka ketika dibangunkan kita akan merasa seperti orang linglung, kepala pusing, dan rasanya ingin marah.
Waktu magrib hendaknya dijadikan sebagai waktu berkumpul dengan keluarga, beribadah, belajar agama agar hidup kita menjadi lebih bermakna. Wewe Gombel jangan kita anggap sebagai bentuk, karena maksud dari adanya mitos Wewe Gombel adalah sebagai media menakut-nakuti anak agar tidak bandel dan tidak berkeliaran diwaktu malam, karena kejahatan lebih banyak terjadi dimalam hari daripada disianghari.
4.    Lungguh tengah lawang garai gak payu rabi (duduk dipintu masuk menyebabkan tidak dapat pasangan)
Kearifan lokal ini sangat sering kita dengar, bahkan penulispun sering ditegur dengan kalimat diatas. Secara akal, memang tak ada hubungannya antara mendapat pasangan dengan duduk ditengah pintu masuk. Wong dapat tidaknya pasangan itu tergantung usaha dari manusia itu sendiri, apa disangkut pautkan dengan duduk tengah pintu.
Duduk bisa dimana saja, kita mau duduk diruang tamu, didepan TV, diteras rumah, bahkan berdiripun gak jadi masalah. Namun yang jadi masalah, kalau kita duduk ditengah pintu masuk/keluar. Mengapa menjadi masalah ?, karena dapat menghalangi orang yang mau masuk atau keluar rumah. Seandainya ada tamu yang ingin masuk kerumah kita, lantas kita nongkrong ditangah pintu masuk, otomatis tamu akan enggan untuk datang, akhirnya tamu akan kembali. Disamping itu, duduk tengah pintu juga tidak baik karena memberikan kesan tidak sopan.
5.    Nek nyapu sing resik ben bojone gak brewok (kalau membersihkan rumah yang bersih, agar suami/istrinya tidak bercambang)
Tanpa dijelaskan panjang lebarpun orang akan mengerti makna dari kearifan lokal diatas. Inti dari kearifan lokal diatas, adalah memberikan semangat kepada anak-anak agar senantiasa menjaga kebersihan. Kebersihan sebagian dari iman, untuk menanamkan jiwa bersih kepada anak harus ditanamkan sejak kecil. Memang gak ada hubungan sama sekali antara membersihkan rumah dengan punya pasangan yang brewok, namun kearifan diatas mampu membuat anak khususnya anak putri untuk bersih. Dengan adanya kearifan diatas mereka menjadi takut untuk malas membersihkan rumah, akhirnya rumah menjadi bersih.
Hendaknya kita sebagai orangtua senantiasa memberikan motivasi kepada anak agar tidak malas untuk menjaga kebersihan. Jika zaman dahulu, metode diatas dapat dikatakan berhasil namun untuk zaman sekarang belum tentu berhasil. Jadi peran orangtua sangatlah penting didalam mendidik anak-anaknya.

Akhirnya, kita sudah membahas sedikit dari beberapa kearifan lokal yang ada dimasyarakat, yang mana kearifan tersebut sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan. Sebagai orangtua, hendaknya kita senantiasa memberikan bimbingan kepada anak agar anak tidak berbuat tidak sewajarnya. Sebagai generasi muda, hendaknya kita tidak main tahayul saja, namun mencari dan menggali makna yang terkandung dari suatu kearifan lokal. Jika kita sudah mau mencari makna suatu kearifan lokal yang ada, maka sifat pembidahan dan pengkafiran kepada ajaran leluhur akan berkurang, sehingga kita tidak mudah menyalahkan kebiasaan oranglain dan tidak menghukumi oranglain dengan hukum kita sendiri. Jangan sampai karena kebodohan kita, orang lantas dirugikan. Jika orang sampai rugi, otomatis kita akan sulit untuk beradaptasi bersama masyarakat.
Wallahua’lam Bis Showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERINGATAN 1 MUHARRAM KKG PAI SD PASIRIAN

Kegiatan Sekolah Ramah Anak Nasional SDN Pasirian 04

Satgas Tanggap Covid 19 Candipuro Beraksi